NEW YORK, KOMPAS.com – Selama ini, para astronot di
International Space Station bertahan dengan makanan kemasan yang variasi
rasa dan bentuknya membosankan. Tapi, kebosanan itu bakal segera
berlalu dengan adanya teknologi printer 3D.
Jeffrey Lipton,
peneliti dari Cornell University, Amerika serikat, membuat printer 3D
khusus yang digunakan untuk mencetak makanan. Printer itu diberi nama
Fab@Home 3D Food Printer.
Mesin ini didesain agar mampu mencetak
makanan dengan berbagai rasa dan tekstur, menyerupai makanan aslinya.
Bahan dasar yang digunakan adalah suspensi hidrokoloid yang bisa dimakan
dan penambah rasa.
Uniknya, printer bisa menyusun lapisan rasa makanan. Printer bisa meniru cara mulut merasakan beragam makanan.
Michelle
Terfansky, astrnot dan peneliti dari University of Southern California
mengatakan bahwa printer 3D bisa membuat makanan para astronot lebi
menggairahkan. Saat ini, makanan mereka masih jauh dari ideal.
Ia
menambahkan, printer 3D akan mampu mengurangi penggunaan ruang dan
jumlah limbah yang dihasilkan dengan semakin sedikitnya wadah kosong
yang harus dibersihkan.
Saat ini, beberapa kendala masih perlu
dipecahkan. Lipton mengatakan, saat akan menciptakan makanan seperti
keju mozarella atau jamur, rasanya memang mirip tetapi tetap terasa
berbeda, belum seperti yang diharapkan. Kondisi itu disebut "the uncanny
valley food".
Ke depan, tim peneliti berencana untuk
menyempurnakan rasa dari makanan tiruan yang dihasilkan. Terfansky
mengatakan, setelah soal rasa dipecahkan, barulah estetika digarap.
Diberitakan
Discovery, Rabu (20/2/2013), diperkirakan butuh waktu 5 – 10 tahun bagi
peneliti untuk menciptakan sebuah mesin cetak makanan 3D yang
menghasilkan makanan tiruan yang sempurna. Kesulitanya juga banyaknya
makanan yang kompleks. Sayur dan buah tentunya sulit ditiru.
Sumber :
DISCOVERY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar